Cafe Kecil di Sudut Kota
17.27#NulisRandom2015
Cafe
Kecil di Sudut Kota
Aku memberanikan
diri untuk berjalan menuju tempat yang biasa kita datangi. Entahlah malam ini
terasa begitu dingin meskipun aku sudah mengenakan jaket tebal. Akhirnya aku
sampai di tempat yang tak asing lagi, cafe kecil di sudut kota. Tempat dimana
kita pernah merangkai suka dan duka. Aku melangkah memasuki cafe ini, namun
langkahku terhenti seketika ketika melihat meja yang biasa kita gunakan. Aku
pun duduk di kursi favoritku ketika bersamamu.
Namun aku langsung
menyadari perbedaan yang sangat drastis. Suasana yang ramai namun terasa sepi
dan udara terasa begitu menyesakkan. Jauh berbeda semenjak kamu tak ada disini.
Aku mencoba membohongi diriku sendiri, melihat jam tanganku seakan aku
menunggumu atau karena aku terbiasa menunggu. Ini aneh aku menunggumu namun aku
tahu kamu tidak akan pernah datang. Tiba-tiba datang lelaki yang menghampiri
seorang perempuan. Sekarang aku melihat sepasang kekasih duduk di meja sebelah
meja kita. Mereka terlihat sangat bahagia, mereka mengingatkan aku tentang
kita.
Haruskah ada
akhir dalam cinta? Mengapa bayanganmu harus muncul lagi. Aku teringat akan kamu
yang selalu datang terlambat. Kemudian langsung menghibur aku yang sedang
cemberut karena menunggu terlalu lama. Namun sesungguhnya aku senang bisa
bertemu denganmu. Tidak pernah sekalipun aku menyesali waktu yang terbuang hanya
untuk menunggu dirimu. Kamu datang memberiku secangkir minuman yang biasa aku
pesan, tapi aku sadar lagi-lagi itu hanya lamunan.
Aku melihat cangkir
yang ada di depan mataku, entah semua yang ku lihat selalu mengingatku akan dirimu.
Ku coba meraihnya, ku lihat setiap detailnya semakin membuat jelas gambaran wajahmu
dipikiranku. Aku tak sadar memesan dua cangkir minuman, satu untukku, satu
untukmu. Lalu seperti biasanya aku ingin kita bersulang. Bersama suara cangkir
yang saling beradu lagi-lagi bayanganmu hadir dan kita meminumnya bersamaan. Kenapa
keadaan sekarang begitu berbeda. Aku merasa berteman dengan sepi dan dipeluk
rasa hampa begitu erat.
Setelah kamu
pergi, aku jadi sadar sudah banyak kenangan yang telah kita buat. Aku langsung
teringat saat dimana kamu mencoba mengukir tulisan di meja cafe ini sambil kita
bercanda tawa. Apa kamu masih ingat? Tak terasa air mataku sudah mengalir, sungguh
aku tak bisa menahan sejuta kerinduan ini. Aku masih tak percaya, ku minum lagi
minumanku, namun tangisanku tetap enggan tuk berhenti.
Orang-orang mulai
datang dan pergi, hilir mudik kesana kemari, aku hanya mampu terdiam seribu
bahasa. Apa yang telah terjadi antara kita? Mengapa saat yang tidak pernah aku
harapkan ini bisa tiba? Yang aku ingat kamu bilang kita harus berpisah, aku tak
kuasa menahan tangis. Namun kata yang hanya bisa ku ucapkan adalah “... tapi aku
mencintaimu”. Dan kamu membalas “aku juga mencintaimu”, namun kamu bergegas
pergi begitu saja dengan air mata ku yang belum mengering. Tega. Aku sangat
kecewa padamu. Kekecewaanku terhadapmu sudah tidak terbendung.
Mengeja kekecewaan
pada saat itu membuat aku tak sadar telah menumpahkan minumanku. Ternyata
dibalik tumpahan itu mulai tereka jejak peninggalanmu. Lalu ku tumpahkan
seluruh isi cangkirku dan terlihat jelas ukiran itu. Be with you tulisannya aku
baru melihatnya. Aku terheran kapan kamu menyelesaikannya. Mungkinkah setelah
kita berpisah kamu datang ke cafe ini? Apakah kamu pernah duduk disini seperti
aku sekarang? Apakah kamu juga merasakan atmosfer yang menyesakkan dada disini?
Apakah kamu merasakan setiap jengkal kerapuhan yang aku rasakan saat ini? Kamu
dimana, mengapa kita ditakdirkan untuk datang pada waktu yang berlainan?
Kamu adalah
bagian dari diriku, aku berharap kita dapat menjadi sesuatu yang utuh. Tapi aku
sadar itu tak mungkin lagi, katamu semua sudah tak berarti. Aku merasa sakit
tapi aku tak bisa menyalahkan dirimu. Karena aku tidak yakin hanya aku yang
merasakan sakit. Ku coba meraba ukiran itu, aku berharap ada sedikit
kehangatanmu yang tertinggal disana. Entah aku menjadi yakin kalau kamu juga
merasakan rasa sakit yang sama. Tidak ada yang perlu disalahkan dalam hal ini. Air
mata ku tetap tak berhenti mengalir dan tak sempat pula aku menyekanya. Lalu
aku tersadar dari lamunanku, cafe ini sudah sepi pengunjung dan waktu
menunjukkan pukul 22:00. Tapi rasanya aku masih ingin berada disini, cafe kecil
di sudut kota.
“Hanya kenangan yang tersisa, hanyut dalam sepenggal kisahHingga kerapuhan terasa dan kerinduan memaksaHanya sekejap ku terdiam, tiada sempat ku merasakanKu menanti namun kau menghilang tanpa bahasa...”Afgan – Tanpa Bahasa
Inspired by
Davichi’s Music Video (Just The Two Of Us)
Illustration by Hanatika Nurhaeni
0 comments